BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pesantren sebagai lembaga
pendidikan dan pusat penyebaran agama Islam lahir dan berkembang sejak masa
permulaan kedatangan agama Islam di Negara kita ini. Pesantren telah ada sejak
zaman kolonial serta telah banyak berperan dalam melaksanakan pendidikan agama
Islam di Nusantara. Kaum santri sebagai anak didiknya punya jiwa cukup yang
mengagumkan, sehingga dari merekalah Islam sedikit demi sedikit tersebar dan
meluas ke segenap penjuru Nusantara. Sebuah pesantren pada dasarnya adalah
asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan
belajar dibawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan
sebutan “Kiai”. Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentinya
moral agama Islam sebagai pedoman prilaku sehari-hari. Di Pondok Pesantren, belajar
mengajar berlangsung antara santri dan kiai. Santri sebagai seorang yang
belajar dan kiai sebagai seorang yang mengajar. Berdasarkan tingkat keilmuan
yang dimiliki dan kualitas pribadi yang tertanam dalam diri kiai, maka kiai
menjadi pemimpin karismatik di lingkungan Pondok Pesantren pada umumnya.
Seorang pemimpin karismatik, seperti kiai memiliki pribadi yang luar biasa,
sehingga pengikutnya percaya, hormat, dan memujanya. Salah satu indikator
pemimpin karismatik ialah kesadaran pengikutnya untuk mentaati setiap
perintahnya. Kiai dipandang sebagai pemimpin yang karismatik sehingga ketaatan
santri merupakan ciri khas sikap santri terhadap kiainya. Ketaatan santri
kepada kiai adalah dikarenakan mengharapkan berkah dari kiai. Santri akan
selalu memandang kiai atau gurunya dalam pengajian sebagai seorang yang mutlak
harus dihormati, malahan dianggap memiliki kekuatan ghaib yang bisa membawa
keberuntungan atau celaka. Kekuatan
ghaib pada diri kiai yang bisa membawa keberuntungan biasa disebut berkah yang
artinya kemurahan atau kebagusan dari Allah SWT. Sebagai contoh ketaatan santri
pada kiainya ialah, pada suatu hari di
tahun 1924, Raden As’ad dipanggil seorang gurunya, kiai Muhammad kholil
Bengkalan. Ia disuruh menyampaikan sebilah tongkat disertai pesan ayat
Al-alqur’an, setelah menerima tugas tersebut, Raden As’ad berangkat. Ia sangat
patuh dalam menjalani perintah sang kiai, walaupun dalam perjalanan sering
diolok-olok. “di tengah perjalanan, saya dikatakan orang gila sebab masih muda
kok membawa tongkat”. Setahun kemudian, Raden As’ad kembali ditimbali kiai
Kholil. Kali ini ia disuruh mengantarkan tasbih (dengan cara mengalungkannya)
serta bacaan ya jabbar ya qohhar, tiga kali kepada kiai Hasyim Asy’ari. Raden
As’ad tidak berani melepaskan bahkan merubah posisi tasbih tersebut. Mengapa ?
Ia berprinsif, karena mengalungkannya seorang kiai maka yang melepaskan juga
seorang kiai. Karena itu kiai As’ad tidak mandi. Inilah sebagai tanda ketaatan
seorang santri kepada gurunya. Perlu digaris bawahi bahwa agama Islam masuk dan
berkembang di Nusantara, tidak terlepas dari perjuangan dan peranan tokoh para
kiai. Kiai dipercaya memiliki keunggulan baik secara moral maupun sebagai
seorang alim ulama, karena itulah keberadaan seorang kiai mempunyai arti yang
cukup besar terhadap perkembangan islam selanjutnya. Hal ini antara lain
disebabkan oleh pengkultusan yang bersumber dari karisma atau daya tarik kiai.
Karisma sedikit banyaknya telah menjadikan apa yang diucapkan, diperbuat dan
diperintahkan merupakan pedoman atau ajaran yang menjadi keharusan yang ditiru
dan dilaksanakan oleh santri. Kiai merupakan tokoh, sosok, dan figur yang
berdiri kokoh di atas kewibawaan moral, yang bisa membawa santri kejalan yang
benar dan melangkah meninggalkan kesesatan. Cukup besar karisma atau wibawa
seorang kiai atas diri santri, sehingga mereka terbiasa menjadikan kiai sebagai
sumber inspirasi dan sebagai penunjang moril dalam kehidupan pribadinya. Maka
tidak mengherankan bila seorang santri itu akan selalu hormat dan ta’zim terhadap
kiai. Dan implikasinya santri akan tetap ta’zim dan hormat serta menghargai
kepada orang lain yang secara hirarki lebih dari dirinya. Demikian juga halnya
Para santri yang ada di Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Inderalaya Ogan Ilir
Sumatera Selatan menganggap bahwa sosok dan figur seorang kiai masih begitu
dihormati dan dihargai, sehingga mereka dengan ikhlas mengikuti dan menjalankan
apa yang dititahkan kiai, dengan sikap sami’na wa ato’na tanpa keragu-raguan.
Karena bagi mereka (santri) bahwa kiai adalah figur yang dianggap menguasai dan
mengamalkan ajaran Islam dengan benar dalam kehidupan sehari-harinya. Di
samping itu kiai dianggap manusia yang paling dekat dengan tuhan. Maka dari itu
Para santri yang ada di Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Inderalaya Ogan Ilir
Sumatera Selatan, menjadi subyek dan lokasi penelitian yang cukup strategis dan
representative, yang mana gambaran-gambaran tentang permasalahan kehidupan atau
keagamaan santri yang selalu bertemu langsung dengan kiai, dan bagaimanakah
kharisma kiai mempengaruhi prilaku keberagamaan santri merupakan permasalahan
yang penulis teliti di Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Inderalaya Ogan Ilir
Sumatera Selatan. Dengan demikian studi tentang PENGARUH KARISMA KIAI TERHADAP
PRILAKU KEBERAGAMAAN SANTRI, perlu kiranya dilakukan untuk mendiskripsikan
pristiwa dan realitas-realitas kehidupan keagamaan yang benar-benar ada dan
selaras dengan petunjuk dan ajaran Islam. Serta bagaimanakah interaksi karisma
kiai mempengaruhi aspek kehidupan yang lain sehingga permasalahan-permasalan
keagamaan yang ada dapat dipahami dan dimengerti secara mendalam. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan dari latar
belakang masalah yang telah penulis paparkan diatas maka diajukan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah pola interaksi antara santri dan kiai di Pondok Pesantren
Al-Ittifaqiah Indralaya Ogan Ilir Sum-Sel ? 2. Adakah pengaruh karisma kiai terhadap
prilaku keberagamaan santri pondok pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya Ogan Ilir
Sum-Sel ? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun
tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui bagaimana pola interaksi antara santri dan kiai di
Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya Ogan Ilir Sumatera Selatan. 2. Untuk mengetahui adakah pengaruh karisma
kiai terhadap prilaku keberagamaan santri di Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah
Ogan Ilir Sumatera Selatan. D. MANFAAT
PENELITIAN Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritik subtansial hasil penelitian
ini menjadi sumbangan informasi ilmiah terhadap bidang psikologi agama dan
bimbingan penyuluhan. 2. Secara
empiric, penelitian ini memberikan informasi yang berguna bagi pengembangan
tradisi Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya.
E. KERANGKA TEORITIK
1. Tinjauan Tentang Karisma Kiai Karisma
Adalah keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar
biasa dalam hal kepemimpinan seseorang
untuk membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya ;
Atribut kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu. Adanya
kiai dalam Pesantren merupakan hal yang mutlak bagi sebuah Pesantren, sebab dia
adalah tokoh sentral yang memberikan pengajaran, karena kiai menjadi salah satu
unsur yang paling dominan dalam kehidupan suatu Pesantren. Kemashuran ,
perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu pesantren banyak tergantung pada
keahlian dan kedalaman ilmu, karismatik, wibawa dan keterampilan kiai yang bersangkutan
dalam mengolahnya.
kata kiai dalam bahasa Indonesia
terutama menurut pandangan masyarakat jawa mengandung pengertian sebagai gelar
kehormatan yang dianggap sakti dan keramat, gelar kehormatan bagi orang-orang
tua pada umumnya, gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang yang ahli
agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren. Dalam hal ini penulis mengambil pengertian
yang ketiga, yakni kiai merupakan sebutan
yang diberikan oleh orang-orang jawa dan kalangan santri kepda seseorang
yang dipandang mengerti dan pandai dalam ajaran agama Islam dan mengajarkannya
kepada santri. Menurut Max Weber karisma pada awalnya mendorong para pengikut
seorang pahlawan atau nabi untuk mengabaikan kenikmatan sesaat guna mendapatkan
nilai-nilai tertinggi. Pribadi
karismatik memiliki kemampuan untuk membaca pikiran seseorang dia telah
mengembangkan pemahamannya terhadap berbagai macam tipe orang ; ulama, petani
dan sesama santri, orang asing yang lagi berkelana ketika mereka pesantren demi
pesantren untuk menemukan kearifan kiai. Juga tipe orang awam yang dia sendiri
harus bertindak selaku pembimbing rohani mereka. Cara dia bergaul dengan mereka
dan dengan banyak orang banyak menyerahkan keahlian dalam sifat, yakni ketika
seseorang mesti meramalkan gerakan musuhnya sebelum melancarkan serangan
balasan. Demikian juga, kiai harus terlebih dahulu maklum terhadap kata hati
para pengunjungnya untuk keperluan memberi mereka semangat. Penulis telah
membedakan sifat karismatik dari kemampuan karismatik, sebab sifat-sifat itu
tidak seluruhnya bisa di observasi, tetapi yang dihubungkan dan dirasakan oleh
para pengikutnya sebagai manifestasi dari karunia. Akan tetapi sifat karismatik
bukannya sama sekali terpisah dari kemampuan karismatik, karena keduanya saling
membina image tentang ketulusan pribadi karismatik dan aspirasi-aspirasinya.
Akan tetapi selama sebagian besar pengikut tersebut tidak melihat kemampuan
pemimpin mereka yang karismatik itu, apa yang mereka pandang sebagai
sifat-sifat karismatik menjadi lebih vital. Sebagai seorang rohaniawan,
pengaruh karisma kiai tersebut terletak pada keyakinan para pengikutnya bahwa
kiai mempunyai sifat transcendental. Dia adalah teladan sempurna bagi semesta
dan merupakan contoh hidup tentang ma’rifat (status dan pengetahuan sufi yang
tertinggi) dan pandangan para pengikutnya. Kiai mengajarkan tasawuf dan
bagaimana cara mencapai derajat tertinggi yang didambakan para muslim. Dia
mengajarkan juga bagaimana memperpendek jarak diri dengan tuhan dan bagaimana
mendapatkan kekuatan transcendental. Kiai berkisah tentang wali pernah
ditemuinya atau didengarnya dan menyemangati para pengikutnya agar mencita-citakan
status itu melalui usaha sendiri. Akan tetapi lukisan tentang hikmah
(kebestarian dan kekuatan yang dianugerahkan setelah seseorang mencapai status
tersebut) kesenangan surgawi tampak tidak semenarik prilaku kiai sendiri. Kiai
membangkitkan suasana di mana segala sifat dia miliki lebih banyak mendapatkan
perhatian. Kiai telah berhasil hadir dihadapan para pengikutnya sebagai
seseorang yang penuh harga diri, karena keberanian, ketaatannya beribadah dan
kekuatannya tampak berada diluar kemampuan seorang manusia biasa. Usahanya yang
sukses ditafsirkan oleh para pengikutnya sebagai bukti dari kelurusan hatinya,
merupakan hikmah dari keberhasilannya meraih tingkatan ma’rifat dan bukti
kecerdasan transcendental yang dimilikinya. Menurut pengikut-pengikutnya, dia
tidak gentar berkat ketinggian kesadarannya tentang rahasia tuhan dan kehidupan
abadi yang meniadakan segala pembatasan yang pada hakekatnya tak ada.
2.
Mempertahankan Pengaruh Karisma Berbeda lembaga ulama, posisi kiai yang
penuh pengaruh itu hanya bersifat temporer, karena fungsi-fungsi karismatik itu
tidak bisa diambil oper oleh keturunannya. Bahkan sepanjang hidupnya, ancaman
terhadap posisi itu selalu ada. Kesulitan yang dihadapi kiai timbul dari
kenyataan bahwa pengaruh yang dimilikinya tergantung kepada kekuatan
kepribadiannya. Salah satu dari mekanisme luwes yang dimiliki kiai ketika
mengambil transisi dari sebagai seorang pengambil keputusan aktif menjadi
seorang tokoh karismatik simbolis dan tidak aktif serta hanya menangani soal-soal
kerohanian adalah kemampuannya memerankan diri sebagai seorang mediator antara
masyarakat Islam dengan tuhan, antara masa kini dengan masa depan.
Perintah-perintah kiai sebagai seorang rohaniawan secara keagamaan ditaati oleh
masyarakat dan santrinya, sebab kiai tetap terkesan sebagai orang suci dan
dekat dengan tuhan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi karisma
kiai
a. Faktor Intern
·Kiai Adalah Orang Yang
Berpengetahuan Luas Kepandaian dan pengetahuan yang luas tentang Islam
menyebabkan kiai selalu mempunyai pengikut, baik para pendengar informal yang
senantiasa menghadiri pengajian atau ceramahnya, maupun santri yang tinggal
dipondok sekitar rumahnya.
·
Ma’unah Kemampuan orang-orang awam, atas izin Allah SWT, dapat melakukan
sesuatu yang luar biasa, dinamakan ma’unah. Dalam hal ini banyak kasusnya.
Misalnya, antara lain kemampuan seseorang :
1. Dapat mengetahui makhluk dan barang ghaib;
2. Mengetahui siapa yang melakukan pencurian;
dan
3. Mengetahui secara pasti kemana si buronan
yang sedang dicari-cari polisi itu melarikan diri. Maunah merupakan aktivitas
yang bertentangan dengan adat istiadat orang lainnya, disaat terdesak dan
merupakan realitas sifat kekiaian tentang makna pembenaran dalam situasi
terdesak tersebut. Maunah adalah kejadian luar biasa, yang diberikan Allah
untuk para kekasih-Nya. Kiai sering kali dianugrahi suatu kemampuan yang luar
biasa, yang jarang terjadi pada umat muslim awam, kemampuan luar biasa ini
biasanya ditemukan dalam diri kiai bahkan sebelum ia memulai kekiaiannya, yaitu
ketika masih nyantri disuatu Pesantren tertentu. Maunah akan membentuk karisma
seseorang dimata umat. Maunah untuk kiai memang diperbolehkan, karena maunah
merupakan kejadian yang merupakan asumtif dalam rasio yang hasilnya tidak sampai
membawa implikasi merusak akidah. Lagi pula, Allah Maha Kuasa menciptakan
maunah tersebut buat para ahli.
· Sikap Tawadhu dan Ikhlas Karisma seseorang bisa pula merupakan
pancaran dari sikap tawadhu’ dan ikhlas. Konsep ikhlas ialah merefleksikan setiap
tujuan semata hanya kepada Allah SWT. Ikhlas merupakan syarat diterimanya suatu
amal saleh. Dalam firman Allah surat Al-bayyinah, ayat 5 : !$tBur (#ÿrâÉDé&
wÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãur
no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsur ß`Ï ÏpyJÍhs)ø9$# ÇÎÈ “Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”
. Seorang kiai tidak hanya
bersungguh-sungguh dalam melakukan semua kewajiban amal ibadahnya, dan taat
kepada Allah tapi juga harus membentuk kepribadian yang shaleh. Tipe keshalehan
seseorang kiai adalah dengan keikhlasannya dalam memberikan pelajaran,
perintah, dan nasehat yang baik kepada umatnya.
· Mementingkan Kepentingan Umat Karisma
seseorang bisa pula terbentuk karena orang tersebut selalu memperhatikan
kebutuhan orang lain. Masalah mementingkan kepentingan umat ini, tidak boleh
diremehkan oleh para juru dakwah. Kalau para da’I memikirkan dan membantu orang
lain, sebagai konsekuensi logisnya, pesan-pesan dakwah akan didengar dan
diperhatikan umat b. Faktor Ekstern
· Lingkungan Keluarga Lingkungan mempunyai
peranan penting dalam kehidupan individu seseorang, apalagi lingkungan
keluarga. Keluarga adalah unit sosial yang terkecil dalam masyarakat. Karisma
seseorang sedikit banyaknya dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan keluarga,
karena kebanyakan kiai yang ada banyak berasal dari keturunan wali atau kiai.
Sehingga sedikit banyaknya kharisma seseorang kiai banyak diwarisi oleh atau
keturunanya sendiri
· Lingkungan Pesantren Pesantren merupakan
sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional untuk mempelajari, memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran agama islam dengan menekankan pentingnya
moral keagamaan sebagai pedoman hidup. Secara operasional pendidikan Pesantren
bertujuan membentuk para santri yang dapat menguasai ilmu agama dan ilmu umum
serta memiliki akhlakul karimah.
4. Tinjauan Tentang Prilaku Keberagamaan
Menurut para pakar psikologi betapa
agama sudah dinilai sebagai bagian dari kehidupan pribadi manusia yang erat
kaitannya dengan gejala-gejala psikologis. Menurut Zakiah Daradjat bahwa pada
diri manusia terdapat kebutuhan pokok selain kebutuhan jasmani dan kebutuhan
rohani, yakni kebutuhan akan keseimbangan dalam kehidupan jiwa agar tak
mengalami tekanan. Prilaku adalah hasil pengalaman; dan prilaku digerakkan atau
dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi
penderitaan. Sedangkan menurut lewin adalah hasil interaksi antara person (diri
orang itu) dengan environment (lingkungan psikologisnya). Sedangkan beragama yaitu berasal dari awalan
ber, Agama yaitu suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak
kacau.. Dalam pandangan Islam, sejak dilahirkan manusia telah dianugerahkan
potensi keberagamaan. Potensi ini baru dalam bentuk sederhana, yaitu berupa
kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi kepada sesuatu. Agar kecenderungan
untuk tunduk dan mengabdi ini tidak salah, maka perlu adanya bimbingan dari
luar. Dari uraian diatas dapat
diambil suatu pengertian bahwa prilaku keberagamaan dalam artian agama Islam
adalah suatu kondisi jiwa seseorang yang meliputi sikap, perbuatan maupun
tingkah laku dalam menghadapi segala situasi yang selalu diwarnai oleh
nilai-nilai Islam 5. Faktor-Faktor
Prilaku Beragama Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi prilaku
keberagamaan yaitu faktor pembawaan dan factor lingkungan. · Faktor Pembawaan atau Pribadi Setiap
individu yang dilahirkan dengan memiliki potensi atau fitrah yang berupa
potensi agama, minat intelegensi, perhatian dan lainnya. Hal ini relevan dengan
Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 30 óOÏ%r’sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù
«!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4 w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$#
ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$#
w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui”.(Ar-Rum:30) Dari ayat tersebut jelaslah,
bahwa pada dasarnya setiap individu telah membawa potensi keberagamaan, yang
dalam perkembanganya sangat bergantung kepada lingkungan. Kalau mereka
mendapatkan lingkungan yang baik, maka mereka akan menjadi orang taat beragama
dan begitu juga sebaliknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembawaan
sangat berperan dalam menentukan sikap dan corak laku keagamaan seseorang.
Sehingga dengan mengabaikan faktor pembawaan adalah suatu hal yang sangat
keliru. · Faktor Lingkungan Lingkungan
mempunyai peranan penting dalam menentukan baik dan buruknya corak laku atau mental
keagamaan seseorang dalam bersosialisasi. Karena perkembangan mental (prilaku)
seseorang sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya. Lingkungan dapat
memberikan pengaruh yang positif maupun negative terhadap pertumbuhan jiwa
setiap individu, baik dalam sikapnya, akhlaknya maupun perasaan agamanya.
Karena besarnya pengaruh lingkungan disini secara umum dapat dibagi menjadi
tiga : a. Lingkungan keluarga Keluarga
adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat. Pembinaan yang pertama dialalami
oleh seseorang adalah dalam keluarganya. Pengalaman yang dilalui oleh anak-anak
baik melalui penglihatan, pendengaran maupun prilaku yang diterimanya waktu itu
akan menjadi bagian dari pribadinya yang akan tumbuh, oleh karena itu orang tua
secara tidak sengaja merupakan pembinaan mental dan prilaku seseorang yang
pertama b. Lingkungan sekolah Seorang ahli filsafat
inggris Jhon Locke mengemukakan bahwa
“jiwa seorang anak seperti sehelai kertas putih yang belum tertulis. Kertas itu
dapat kita tulis sekehendak hati kita”. Dengan ini Locke mengatakan bahwa
perkembangan jiwa anak tergantung pada pendidikan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa peranan sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan dalam
pembinaan mental (prilaku) keagamaan dalam diri santri. Hal ini sejalan dengan
peranan sekolah dengan seperangkat kurikulumya adalah untuk membentuk sikap dan
melatih serta mengembangkan pola pikir anak. c. Lingkungan sosial Lingkungan sosial dengan
berbagai ciri, khususnya memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan
gambaran mental seseorang. Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari
kepribadian dasar keluarganya. Disamping itu lingkungan sosial juga sangat
berpengaruh dalam membentuk sikap dan prilaku keberagamaan santri. Hal ini
dapat terlibat dalam pergaulan sehari-hari. Seseorang yang hidup dalam
lingkungan yang baik, taat menjalankan agamanya, maka orang itu juga akan
menunjukkan sikap yang baik pula. Dari beberapa faktor tersebut diatas, faktor
lingkunganlah yang sangat berperan dibandingkan dengan pembawaan dalam
menentukan baik dan buruknya prilaku keberagamaan seseorang dalam
bersosialisasi. Hal ini sejalan dengan pengalaman-pengalaman yang diperoleh
seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
6. Pilar-Pilar Prilaku
Keagamaan a. Iman Iman itu adalah
engkau percaya kepada rukun iman yang enam : · Allah SWT. · Malaikat-malaikatnya. · Kitab-kitabnya. · Rasul-rasulnya. · Hari kemudian, dan · Takdir yang digariskannya. Adapun rukun
iman diatas adalah keseluruhan dari keyakinan yang harus dimiliki setiap muslim
dan tidak sekedar menjadi pengetahuan semata. Dengan kata lain keenam keimanan
di atas berhubungan antara satu dengan yang lainnya. b. Islam Islam yaitu menyangkut frekuensi, intensitas
pelaksanaan ibadah yang telah ditetapkan. Misalnya sholat, puasa, zakat dan
haji. Nama Islam mempunyai perbedaan yang luar biasa dengan nama agama lainnya.
Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu atau dari golongan
manusia atau dari suatu negeri. Hikmah tertinggi dari itu ialah karena Islam
adalah agama wahyu Allah SWT. Kata Islam adalah nama yang diberikan oleh tuhan
sendiri, banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkannya salah satunya adalah
surat A-l- Imran ayat 19 yang berbunyi : ¨bÎ) úïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 “Sesungguhnya agama disisi Allah adalah
Islam” Menurut Etimologi Islam
berasal dari bahasa arab, terambil dari asal kata salima yang berarti selamat
sentosa. Dan adapun rukun Islam sendiri adalah : · Mengikrarkan syahadat, secara lisan
sekaligus menyakini dalam hati sebagai kesaksian dan pengakuan atas Tuhan Allah
SWT yang Maha Esa, dan Kerasulan Nabi Muhammad SAW. · Mendirikan sholat wajib yang lima waktu.
· Mengeluarkan zakat; · Melaksanakan puasa; dan · Pergi haji, apabila sudah memenuhi syarat
yang sudah ditetapkan. c. Ihsan Ihsan
yaitu menyangkut pengalaman dan perasaan tentang kehadiran tuhan, takut
melanggar dan lain sebagainya. Maksudnya adalah kita merasakan kehadiran tuhan
dengan melakukan ritual sholat dan melaksanakan apa-apa yang telah diajarkan
didalam kitab suci Al-Qu’an dan agama Islam. Dengan demikian bahwa prilaku
keberagamaan seseorang perlu dilatarbelakangi
dengan pilar-pilar keagamaan yaitu iman, islam dan ihsan. Dan dari
pilar-pilar keagamaan inilah prilaku keberagamaan seseorang akan bertambah
kuat. F. HIPOTESIS Hipotesa penelitian ini adalah :
Ha : Ada pengaruh yang signifikan
antara karisma kiai terhadap prilaku keberagamaan santri Pondok Pesantren
Al-Ittifaqiah Indralya Ogan Ilir Sum-Sel Ho
: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara karisma kiai terhadap
prilaku keberagamaan santri Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralya Ogan Ilir
Sum-Sel G. VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitiannya adalah sebagai berikut : X Y Variabel Pengaruh Variabel Terpengaruh Prilaku
Keberagamaan Santri Karisma kiai Untuk mengetahui hubungan Variabel X dan
varibel Y H. METODE PENELITIAN 1. Populasi & Sampel Populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini yaitu K.H. Mudrq
qori, santri dan para ustad dan ustadzah Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah
Inderalaya Ogan Ilir Sumatera Selatan. Secara keseluruhan, jumlah santri
tingkat aliyah baik putra maupun putri berjumlah 355 santri yang terdiri dari
kelas I, II, dan III aliyah Sampel
adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti melalui data yang ada.
Mengingat besarnya jumlah populasi penelitian di atas, maka disini penulis akan
menggunakan metode sampel yaitu meneliti sebagian dari keseluruhan jumlah santri
tingkat aliyah tersebut dengan bantuan metode (sampel random). yang apabila
subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika subjeknya besar, dapat diambil
antara 10-15% atau 20-25% atau lebih .
Maka untuk itu yang diteliti adalah 20 % (71 orang) dari 355 santri tingkat aliyah. Adapun penelitian juga
mengikut sertakan key informan yang terdiri dari 2 orang tokoh masyarakat, 2
orang tokoh agama, dan 1 tokoh pemerintah sebagai rujukajn untuk membandingkan
hasil data yang diperoleh 2. Jenis dan
Sumber Data Penelitian ini adalah Field Research (penelitian lapangan). Yakni
dengan mengamati langsung ke lokasi penelitian. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini kualitatif dan kuantitatif. Sedangkan sumber data yang
dikumpulkan dalam proses penelitian meliputi sumber data primer dan data
sekunder. Yang mana data primer bersumber dari lapangan dan data sekunder
merupakan sumber pendukung 3. Metode Pengumpulan Data a. Metode Interview Metode interview atau
wawancara adalah salah satu metode pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi
secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan
pada para responden. Metode ini dilakukan untuk memperoleh data tentang kondisi
obyektif Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah dan sosok K. H Mudriq Qori, serta faktor apa saja yang
mendasari berpengaruhnya kharisma K. H. Mudriq Qori terhadap prilaku
keberagamaan santri Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah. b. Angket Metode angket adalah metode
pengumpulan data dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan yang sudah
dipersiapkan sebelumnya secara tertulis melalui sebuah pertanyaan Metode ini
penulis gunakan untuk memperoleh data atau informasi yang berupa anggapan,
pendapat atau sikap dari para santri tentang bagaimanakah pengaruh karisma kiai
terhadap prilaku keberagamaan santri Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya
tersebut. c. Observasi Observasi
adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistemis mengenai fenomena
social dengan gejala-gejala pshikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Metode
ini penulis gunakan untuk mengetahui keadaan obyektif Pondok Pesantren
Al-Ittifaqiah Indralaya serta untuk mengecek data atau hal yang diperoleh dari
hasil wawancara. d. Dokumentasi
Didalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda
tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen
rapat, catatan harian, dan sebagainya.
4. Teknik Analisis Data Setelah
data terkumpul dari berbagai sumber maka data tersebut dianalisis dengan teknik
deskriptif kuantitatif dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan P :
Angka Persentase F
: Frekuensi yang dicari N :
Jumlah Data 100 : Bilangan Konstan I. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Bab I :
Pendahuluan, Latar Belakang, Rumusan Masalah, Defenisi Operasional,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Hipotesis, Kerangka Teoritik, Metode
Penelitian, Sistematika Pembahasan Bab II
: Gambaran umum Pondok
Pesantren Al-Ittifaqiah, Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah,
Letak dan Geografis, Tujuan, Visi, Misi, Orientasi dan Obsesi, Susunan Pengurus
dan Karyawan Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Inderalaya, Keadaan Santri. Bab
III : K. H Mudriq Qori Sebagai Public Figur di
Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya, Riwayat hidup K. H. Mudriq Qori,
Latar Belakang Pendidikan K. H. Mudriq Qori, Pola Kepemimpinan K. H. Mudriq
Qori. Bab IV : Pola interaksi antara santri dan kiai di
Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah, Pengaruh karisma kiai Mudriq Qori terhadap
prilaku keberagamaan santri Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah, faktor-faktor yang
mendasari berpengaruhnya karisma kiai terhadap prilaku keberagamaan santri
Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya Ogan Ilir Sum- Sel Bab V :
Penutup, Kesimpulan, Saran-saran
DAFTAR PUSTAKA
Amin Haedari , HM., dkk, Masa Depan Pesantren, Jakarta :
Ird press, 2004
Bambang Syamsul Arifin, M.Si,
Drs, Psikologi Agama, Bandung : CV Pustaka Setia, 2008
Dani K , Drs, Kamus Lengkap Bahsa
Indonesia, Surabaya : Putra Harsa Dhofier, Zamarkashi Tradisi Pesantren “Studi
Tentang Pandangan Hidup Kiai”, Jakarta : LP3ES, 1982
Dr. H. Jalaludin Rahmat, Prof
Psikologi Agama, Jakarta : PT Raja Grafindo, 2004
Dr. Mujammil Qomar, M.Ag, Prof
Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta
: PT Gelora Aksara Pratama, 2002
Dr. Sugiyono, Prof , Metode
Penelitian Pendidikan, Bandung :
ALFABETA, 2009)
Dr. Suharsimi Arikunto. Prof.
Prosedur penelitian “Suatu Pendekatan Praktik”. Jakarta: PT Rineka Cipta.2006
Hasan, Syamsul. Kharisma Kiai
As’ad, Yogyakarta : LKIS 2003
Hasbullah, Drs kapita selekta
pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999
H. Dadang Kahmad, M. Si. Dr,
Sosiologi Agama, Bandung : PT Rosda Karya, 2002
Jalaluddin Rakhmat, Drs,
M.Sc, Psikologi Komunikasi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007
Joko Subagyo, S.H. P. Metode
Penelitian”Dalam Teori dan Praktik” Jakarta : PT Rineka Cipta , 2006
Madjid, Nurcholis, Bilik-Bilik
Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan,
Jakarta : Paramadina, 1997
Mastuhu, Dinamika System
Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS,1994
Mas’ud, M. A. Ph. D, Abdurrahman
Intelektual Pesantren, Yogyakarta :LKIS , Rijal Hamid, Samsul Buku Pintar Agama
Islam, Bogor : Mardiyanto Media Grafika,
2007
Sudjono,Anas Pengantar Statistic Pendidikan, Jakarta :
Rajawali, 1987
Turmudi, Endang, Perselingkuhan Kiai Dan Kekuasaan, Yogyakarta : LKIS, 2004
————————————————————————–
BAB II GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-ITTIFAQIAH
A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren
Al-Ittifaqiah Secarah historis, Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah ini berdiri
semenjak tahun 1918. Keberadaannya sekarang merupakan pemberian nama yang
kelima kalinya dengan lima orang sebagai pemimpinnya. Dalam bab ini akan
dibahas periodeisasi perkembanganya (Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah) dari tahun
1918 sampai sekarang. 1. Periode K. H.
Ishaq Bahsin (1918-1936) Perlu kita ketahui bersama bahwa pada masa pra
kemerdekaan lembaga-lembaga pendidikan Islam banyak dilakukan di tempat-tempat
ibadah, dirumah-rumah. Khususnya pondok pesantren kebanyakan tumbuh dan
berkembang berasal dari lembaga pengajian. 1 Demikian juga halnya K. H. Ishaq
Bahsin, adalah salah seorang ulama lulusan Universitas Al-Azhar Mesir yang
bergelar “Al-Amilul Al- Istiqomah”, beliau berasal dari desa Tanjung Pinang
Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir. Dengan bekal ilmu pengetahuan yang
diperolehnya, K. H. Ishaq Bahsin mulai memberikan dakwah didesa Sakatiga dan
sekitarnya, yang bertujuan tidak lain untuk memenuhi panggilan suci dalam
rangka menyiarkan agama Islam. Penyebaran agama adalah suatu hal yang sangat
penting untuk memperkokoh kepribadian seseorang yang pada akhirnya akan
memperkuat pula kedudukan masyarakat, bangsa dan negara yang berdasarkan
cita-cita kesejahteraan lahir dan bathin. Bepijak dari hal diatas serta melihat
animo masyarakat yang cukup besar akan sebuah lembaga pendidikan Islam yang
yang dapat meluluskan sosok ideal dari
out put lembaga ini insan-insan muslim
yang kaffah yang memiliki kualitas sebagai mujtahid (penggali) dan mujaddid
(pembaharu). Ide untuk memberikan lembaga pendidikan Islam pada waktu itu belum
dapat terealisasi, dikarenakan K. H. Ishaq Bahsin ke Mekkah untuk menunaikan
ibadah haji serta memperdalam pengetahuan agama. Dan barulah pada tahun 1918
(sekembalinya dari Mekkah) ide tersebut baru dapat terwujud, dimana beliau
memprakarsai pendirian lembaga pendidikan Islam yang diberi nama Madrasah
Ibtidaiyah Al-Islamiyah As-Siyasiah, sebagai lembaga pendidikan Islam bersifat
formal, dimana K. H. Ishaq Bahsin sendiri sebagai pimpinannya. 2. Periode K. H. Bahsin Ishaq (1936-1942)
Setelah K. H. Ishaq Bahsin meninggal dunia, pada tahun 1936 yang melanjutkan
estafet kepemimpinan dan perjuangan serta kelangsungan Madrasah Ibtidaiyah
Al-Islamiyah As-Syiasiah dipegang oleh anaknya sendiri, yaitu K. H. Bahsin
Ishaq. K. H. Bahsin Ishaq seorang ulama yang merupakan alumnus dari Sholatiah
Mekkah Saudi Arabia, dan beliau ini disamping seorang ulama dan pimpinan
madrasah, juga menjabat sebagai pemerintah daerah yang berkedudukan sebagai
Depati atau Pasirah Marga Sakatiga. Kepemimpinan yang dijabat oleh K. H. Bahsin
Ishaq relativ singkat (6 tahun) di karenakan pada tahun 1942 bertepatan dengan
masa pendudukan Jepang terjadi musibah yang menimpah daerah ini, dimana gedung
yang dibangun pada tahun 1932 dibumi hanguskan orang. Motif dari perbuatan
tersebut sulit untuk diketahui, namun menurut beberapa informasi yang ada bahwa
hal itu terjadi karena rasa ketidak senangan adanya oknum atas kehadiran
lembaga tersebut. 3. Periode K. H.
Ismail Hamidin (1949-1954 Setelah Indonesia merdeka dan keadaan negeri sudah
cukup aman, maka disaat itu salah seorang murid K. H. Bahsin Ishaq, yaitu K. H. Ahmad Qori Nuri ingin membangun kembali
pendidikan Islam didesa Sakatiga yang sudah lama mengalami kevakuman. Kesadaran
tersebut timbul didasari atas rasa tanggung jawab dihadapan mahkamah ilahiyah
maupun mahkamah insaniyah, rasa dosalah yang menyelimuti kehidupan jika
pemegang estafet yang terkandung didalam nilai-nilai ajaran Islam belum merasa
terpanggil untuk meneruskan perjuangan oleh para kiai pendahulu mereka. Hal
inilah mendorong K. H. Ahmad Qori Nuri dengan mengajak beberapa orang lainnya,
seperti : K. H. Ismail Hamidin dan H. Yahya Hamidin serta seluruh anggota
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) Marga Sakatiga pada waktu itu membangun
gedung madrasah sebagai langkah awal sebagai pijakan. Dan pada tahun 1950
pembangunan gedung baru dapat terealisasi dengan memakai lokasi Madrasah
Ibtidaiyah Al-Islamiyah As-Syiasiah yang telah dibumi hanguskan oleh orang yang
tidak bertanggung jawab. Pada periode ini nama madrasah dirubah menjadi Sekolah
Menengah Islam (SMI), dan sebagai pimpinannya dipercayakan kepada K. H. Ismail
Hamidin, hal ini sesuai dengan pertimbangan bahwa beliau memiliki kelebihan
ilmunya, apalagi beliau merupakan alumni dari Pesantren Mekkah, juga ada
pertimbangan lainnya, serta mempunyai hubungan keluarga dengan K. H. Ishaq
Bahsin yang merupakan pendiri sebelumya, sehingga masyarakat yakin terhadap
legalitas dan komitmen kepada perjuangan Islam. 4. Periode K. H. Ahmad Qori Nuri (1954-1995)
Dengan telah meninggalnya K. H. Ismail Hamidin pada tahun 1954, maka tampak
kepemimpinan selanjutnya dipercayakan kepada K. H. Ahmad Qori Nuri untuk
kelangsungan madrasah ini. Dimana K. H. Ahmad Qori Nuri termasuk seseorang yang
mempunyai wawasan yang jauh kedepan dan banyak melakukan perubahan yang besar
dalam tubuh madrasah yang belum pernah terjadi sebelumnya yang lebih dominan
oleh suatu kreatifitas yang dinamis dan realistis. Mampu memunculkan ide-ide
baru untuk membangun umat. Mampu menganalisa permasalahan yang datang, dan juga
mempunyai rasa sensitifitas yang tinggi terhadap intrik-intrik dalam masyarakat
kemudian mengadakan kajian yang pada akhirnya menemukan penyelesaian. Dari ide
beliaulah Sekolah Menengah Islam (SMI) bisa terwujud. Dengan prinsip beliau dan
dengan menggunakan kaidah yang berarti, yaitu mengambil yang jernih serta
meninggalkan yang keruh. Corak lembaga pendidikan termasuk polah tingkah laku
anak didiknya. Atas pertimbangan setiap muslim memiliki kewajiban yang sama
dalam menuntut ilmu pengetahuan tanpa terkecuali, hal ini membuka jalan bagi
perempuan untuk bersama-sama dengan laki-laki dalam rangka untuk menuntut,
mencari mendapatkan ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu. Keinginan
ini pula yang mendorong K. H. Ahmad Qori Nuri agar setiap umat khususnya di
wilayah Inderalaya dan pada umumnya umat Indonesia selalu diberi pelajaran
untuk dididik secara sempurna. Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Prof. Dr.
H.A. Mukti Ali memang pada hakikatnya mendidik adalah usaha untuk mengantarkan
orang dapat menggali potensi-potensi dalam diri pribadinya yang potensial
menjadi relaitas yang rill. Dengan ilmu yang dimiliki serta kesungguhan yang
besar, K. H. Ahmad Qori Nuri berkeyakinan dalam memberikan pendidikan terhadap
umat akan mendapat kesempurnaan. Dalam kepemimpinan K. H. Ahmad Qori Nuri
sejarah pendidikan Islam diklasifikasikan menjadi dua fase, yaitu : a. Fase Pra Al-Ittifaqiah Selama memimpin
Sekolah Menengah Islam (SMI) lebih kurang 8 tahun, merasa perlu untuk mengadakan
perubahan nama dikarenakan adanya suatu keganjilan didalam lembaga pendidikan
“Menengah” mempunyai tingkat “Dasar” Untuk menselaraskan dan sekaligus
mengembangkan lembaga pendidikan Islam ini sebelumnya dengan keadaan yang
sesuai dengan masanya, maka pada tahun 1962 Sekolah Menengah Islam (SMI)
dirubah menjadi Madrasah Menengah Atas (MMA) Dengan pengusaan sistem ilmu yang
diajarkan, dengan cara pendekatannya, ditambah dengan kemampuan bahasa, dalam
periode ini dapat dikatakan bahwa lembaga pendidikan Islam ini mencapai puncak
kejayaanya. Pada era ini lebih maju dengan wawasan yang lebih luas, memunculkan
bermacam-macam gagasan, serta keinginan dalam masyarakat. Dimana munculnya
keinginan masyarakat Inderalaya untuk mendirikan pendidikan agama, sebab secara
administratif Inderalaya adalah ibu kota kecamatan , dan juga ditinjau dari
segi geografis berada dipinggir jalan lintas timur yang menghubungkan Kabupaten
Ogan Ilir dan Kota Madya Palembang sehingga sangat strategis dan propektif.
Maka dengan pertimbangan tersebut disetujuilah keinginan untuk menuju suatu
bentuk proses pendidikan yang berupa Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah seperti
saat ini. Sementara yang ada di desa sakatiga diserahkan dengan pemerintah dan
dijadikan Madrah Negeri. b. Fase Al-Ittifaqiah Setelah terjadinya
kesepakatan lembaga pendidikan Islam yang dipimpin oleh K. H. Ahmad Qori Nuri,
maka diadakan suatu pemindahan tempat, yaitu di desa Inderalaya dan diberi nama
dengan Madrasah Menegah Atas (MMA)
Al-Ittifaqiah, dan secara resmi berdirinya pada tanggal 10 juli 1967
dengan izin Inspeksi Pendidikan Agama Sumatera Selatan tanggal 28 juli 1967
dengan nomor 176/AI/UMF/1967. Yang melatar belakangi adanya perubahan kata-kata
“Al-Ittifaqiah” (yang berarti mufakat) karena pada awal gerak langkah belum
termanifestasikan secara sempurna untuk langkah yang lebih kongkrit dalam
melanjutkan perjuangan. Sementara waktu hanya merupakan konsolidasi diri dan
merapikan shaf-shaf jama’ah. Untuk persiapan proses belajar mengajar disatu
pihak dan kerelaan para alumni Madrasah Ibtidaiyah As-Syiasiah Al-Islamiyah,
Sekolah Menengah Islam, juga alumni Madrasah Al-Falah serta para tokoh
masyarakat Inderalaya seperti K. H. Ahmad Rifa’i, K. H. Muhammad Romli, Syukri
H. Hasyim, H. Yahya Gani, dan lain-lain. 5.
Periode Drs. K. H. Mudriq Qori Setelah meninggalnya K. H. Ahmad Qori
Nuri pada tanggal 25 juni 1995, maka kepemimpinan selanjutnya dipercayakan dan
diteruskan oleh K. H. Mudriq Qori salah satu anak dari K. H. Ahmad Qori Nuri
sendiri, dan pada waktu itu K. H. Mudriq Qori adalah sebagai Wakil Mudir Pondok
Pesantren Al-Ittifaiah Inderalaya. Benar kata pepatah mengatakan “buah jatuh
tidak jauh dari pohonnya”. Begitu juga halnya dengan K. H. Mudriq Qori
mempunyai watak dan pemikiran yang sama dengan almarhum K. H. Ahmad Qori Nuri.
Beliau termasuk juga seorang yang mempunyai wawasan yang jauh kedepan dan
banyak melakukan perubahan yang besar dalam tubuh madrasah yang belum pernah
terjadi sebelumya yang lebih dominan oleh suatu kreatifitas yang dinamis dan realistis.
Beliau ini mampu memunculkan ide-ide baru dalam rangka untuk memajukan para
santrinya, dan ide-ide tersebut muncul dari bakat atau potensi yang dimiliki
oleh Beliau sendiri. Mulai dari hafal Al-Qur’an 30 juz, Qori terbaik tingkat
Provinsi dan kemampuan berbahasa asing. Dan dari bakat atau potensi yang
dimiliki oleh beliau, maka K. H. Mudriq Qori membuat suatu lembaga, mulai dari
Lembaga Tahfiz, Tilawah dan Ilmu Al-Qur’an Al-Ittifaqiah (LEMTATIQI), Lembaga
Bahasa (LEBAH), dan Lembaga Seni, Olahraga dan Keterampilan (LESGATRAM). Dan
dari lembaga-lembaga yang ada ini santri diwajibkan untuk mengikuti setiap
lembaga yang ada. Semenjak kepemimpinan K. H. Mudrik Qori dari tahun 1995
sampai sekarang telah banyak perubahan baik dari sarana dan prasarana sampai
lembaga-lembaga yang telah ada. Dan khususnya dari lembaga yang beliau dirikan
telah banyak menghasilkan Qori dan Qori’ah terbaik. Baik tingkat Kabupaten,
Provinsi maupun Nasional. B. Letak
dan Geografis Letak merupakan salah satu hal yang paling penting untuk
diketahui, karena dengan demikian penelitian dilakukan akan lebih terarah dan
dapat dilakukan suatu pengamatan yang baik waktu maupun dana. “kalau dilihat,
Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah ini berlokasi disalah satu dari enam (enam) ibu
kota kecamatan yang ada di Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan”.
Pomdok Pesantren Al-Ittifaqiah terletak di Dusun Tanjung Mulya Desa Inderalaya
Kecamatan Inderalaya Mulya Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan.
Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah merupakan suatu komplek yang dibangun diatas
areal tanah seluas + 4 hektar yang terdiri dari bangunan gedung madrasah,
masjid, asrama putra dan putri, perpustakaan, koperasi, dan rumah para kiai dan
ustad-ustadzah. Semua bangunan tersebut dalam keadaan permanent. Di tinjau dari segi lokasi dan kondisinya,
pondok pesantren al-ittifaqiah terletak pada posisi yang sangat strategis
sekali, karena letaknya yang berada ditepi jalan raya lintas timur, yang
menghubungkan Kabupaten Ogan Ilir (OI) dan Kota Madya Palembang. Lokasi Pondok
Pesantren Al-Ittifaqiah Inderalaya berbatasan dengan: 1. Sebelah Utara : Sawah Penduduk 2. Sebelah
Selatan : Jalan Raya Lintas Timur
3. Sebelah Barat : Perumahan
Penduduk 4. Sebelah Timur :
Perumahan Penduduk. C. Tujuan, Visi,
Misi, Orientasi Dan Obsesi 1. Tujuan
Adapun tujuan dari pada Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah adalah untuk mencetak
kader ulama yang bertanggung jawab bagi dakwah atau syiar Islam, pembangunan
bangsa, negara dan semesta serta penyejahteraan umat lahir batin dunia akhirat.
2. Visi Adapun Visi dari pada Pondok
Pesantren Al-Ittifaqiah adalah mewujudkan Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah
sebagai pusat Pendidikan Islam yang unggul, pusat dakwah Islam yang unggul dan
pusat penyebaran rahmat semesta yang unggul. 3. Misi a.
Menjadi Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah sebagai pusat penyelenggaraan
pembinaan Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menghidupkan ruh dan nilai Al-Qur’an
dan As-Sunnah di tengah-tengah kehidupan umat dan semesta guna terwujudya hasanah
fiddunya dan hasanah fil akhirat. b.
Menjadikan Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah sebagai pusat penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran Islam (Tafaqquh Fiddin) untuk membentuk insan kamil
yang beriman dan bertakwa kokoh, berakhlakul karimah, berilmu pengetahuan dan
berwawasan luas, berketrampilan tinggi dan berjiwa mandiri yang siap untuk
dirinya daerahnya, bangsanya, negaranya dan semestanya. c. Menjadikan Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah
sebagai pusat penyelenggaraan dakwah Islamiah untuk membentuk khoiru ummat
dalam rangka menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, menghalalkan yang baik,
mengharamkan yang buruk, melepaskan dan memberdayakan umat dari beban dan
belenggu kebodohan, kemiskinan, ketertindasan dan keterbelakangan, mengawal
aqidah dan moral umat dan menjadi benteng pertahanan Islam dan umat. 4.
Orientasi a. Ke – Islaman,
kebangsaan dan kesemestaan b.
Keberpihakan kepada Kaum Mustad’afin c. Indepedensi, Pembaharuan dan Keterbukaan
5. Obsesi a.
Membebaskan seluruh santri dari segla bentuk pungutan dana dan
memberikan fasilitas buku-buku dan uang saku b. Menjadi kiblat pendidikan Islam nasional
dan internasional c. Menjadi kekuatan
yang amat berpengaruh bagi terwujudnya masyarakat, negara dan semesta yang
alami d. Melahirkan pemimpin masa kini
dan masa depan yang memainkan fungsi maksimal sebagai kholifah fil ardhi.
D. Susunan pengurus dan karyawan
pondok pesantren Al-Ittifaqiah Inderalaya PENASEHAT : 1. Drs. H. Mukrom As’ad,
Ak. 2. Drs. H. Haspi 3. DR.
Ir. H. Edy Marlan, SE, Ak, MBA PEMBINA : 1. Drs. H. Marzuki Ali, SE,
MM 2. DR. Fuad Jabali, MA 3. Prof. Drs. H.M. Sirozi, MA, P.hd.
PIMPINAN A. Mudir : Drs. K.H. Mudrik
Qori, MA B. Wakil-Wakil Mudir 1. Wakil
Mudir I Bidang Pendidikan :
Mukhyidin A. Sumedi, MA 2. Wakil Mudir II Bidang Administrasi Sarana dan Kesejahteraan : Drs. Mardhi M. Nuh 3. Wakil Mudir
III Bidang Pengawasan Dakwah dan
Kerjasama : K.H. Mukhlis
Mansur BIRO-BIRO A. Biro Peribadatan
dan Pengasuhan (DATSUH) 1. Kepala : Zainal Abidin, SH, M.Ag.
2. Wakil Kepala : Hikmah Hayati, S.Pd.I
3. Staf : 1. H.M. Natsir Agus,
BA. 2. Yadi Fajri 3. Rahadian Martin, S.Pd.I 4. Nopriyanto 5. Arniza
6. Betriana 7. Indah
Pratiwi 8. Wita Kuswita B. Biro Pendidikan Pengajaran dan Pengembangan
Potensi Santri (DIKJARSITRI) 1.
Kepala : H.
Muslimin, MA 2. Staf : 1. Ayyubi, S.Pd.I 2. Ledi Oktarina, S.Pd. MADRASAH-MADRASAH A. Taman Pendidikan Al Qur’an Al-Ittifaqiah
(TAPQIAH) A. Kepala : Fitriani Taswin, S.Pd.I
B. Staf : Evi Erianti, S.Pd.I B. Taman Kanak Kanak Islam Al-Ittifaqiah
(TAKIAH) 1. Kepala : Fadila, S.Pd.I 2. Staf : 1. Sriana 2. Rahmi Hayati C. Madrasah Diniah Al-Ittifaqiah (MASNIAH)
1. Kepala : K.H. Mukhlis HAR 2. Staf : 1. Maryono, S.Pd.I 2. Hj. Robi’ah Nurhasyim 3. Hj. Marhamah D. Madrasah Ibtidaiah Al-Ittifaqiah (MASTIAH)
1. Kepala : Ahmad Ridlo RS, S.Pd.I
2. Kepala Tata Usaha : Kotmir, S.Pd.I 3. Staf
: 1. Hoiri
Navis 2. Mabsud, S.Pd.I E. Madrasah Tsanawiah Al-Ittifaqiah (MASWIAH)
1. Kepala : Hj. Muyassaroh, M.Pd.I
2. Wakil Kepala I Pendidikan
Pengajaran : Firdaus Kahfi, MA 3. Wakil Kepala II Kesantrian dan Sarana : Rahadian Martin, S.Pd. 4 Kepala Tata Usaha : H. Acep Amirudin, Lc. 5 Staf : 1. Citra Juniarti 2. Pariha
3. Irawan Zukna 4. Mitra Sari 5. Betris, S.Pd. 6. Nurhilal Ahsan, S.Pd.I F. Madrasah Aliah Al-Ittifaqiah (MASLIAH)
1. Kepala : Umi Rosidah, MA 2. Wakil Kepala I Pendidikan Pengajaran : Zulfikri, M.Ag 3. Wakil Kepala II Kesantrian dan Sarana : Zuhaironi Yahya, S.Pd.I 4. Kepala Tata Usaha : Abdul Latif, S.Pd 5. Staf : 1. Rismah 2. Nissartika 3. Andi Iswari 4. Astuti Ningsih 5. Novita Sipriani, S.Pd.I
BIDANG-BIDANG A. Bidang Administrasi
dan Teknologi (ADTEK) 1. Kepala : M. Joni Rusli, S.Pd.I 2. Staf : 1. Armansyah, S.Si. 2. Candra Herman 3. Ichromsyah 4. Hesti Widiastuti B. Bidang Kesejahteraan Kesehatan dan Mess
(KESHATMESS) 1. Kepala : Safrizal, S.Pd.I 2. Staf : 1. Marzuki 2. Hj. Manna 3. Sari Puspita 4. Endang Agustina C. Bidang Rumah Tangga dan Lingkungan Hidup
1. Kepala : Badarudin, ST 2. Staf : 1. Hasanuddin
2. Yauma 3. Abdul
Khair 4. M. Maftukin
5. Fauzan 6.
Salamun 7. Abdul Hamid
8. Sadariah 9.
Darmawati 10. Rohila
LEMBAGA-LEMBAGA BIDANG A. Lembaga
Tahfizh Tilawah dan Ilmu al Qur’an Al-Ittifaqiah (LEMTATIQI) 1. Kepala : Ahmad Royani 2. Wakil Kepala I : Sarjono, S.Pd.I 3. Wakil Kepala II : Nurhilal Ahsan, S.Pd.I
4. Staf : 1. Hj. Maryati 2. Afit Sriamanah 3. Andrayani 4. Nurjannah 5. Candra
B. Lembaga Seni Olahraga dan
Ketrampilan (LESGATRAM) 1. Kepala : Devison, S.Pd.I 2. Wakil Kepala
: Danilah 3. Staf : Nazilah Basir
BAGIAN-BAGIAN A. Bagian Sumber Daya
Manusia dan Keamanan (SDMKAM) 1.
Kepala : Heni Sri
Suryani, S.Ag. 2. Staf : 1. Ardeni 2. Dedek 3. Satuan Pengamanan (Satpam) : 1. Amar Tajudin 2. Sakroni
3. Sukirman 4. Bambang Abu Naim
B. Bagian Perpustakaan Kajian
Penelitian Pengembangan dan Penerbitan (PUSJILITBANGBIT) 1. Kepala : H. Agus Jaya, Lc, M.Hum.
2. Staf : 1. Suib Rizal, S.Pd.I 2. Zulkifli
3. Mardila 4. Sri Triwulan C. Bagian Hubungan Masyarakat dan Dakwah
(MASWAH) 1. Kepala : Jimi Ismail 2. Staf : 1. Fenny Pratiwi
Permatasari 2. Mikiah 3. Wanusuki D. Bagian Kepembinaan OSPI dan Konsulat
(BINOSPISUL) 1. Kepala : Nungcik, S.Pd.I 2. Staf : Dian Nopita LEMBAGA-LEMBAGA
BAGIAN A. Lembaga Bahasa (LEBAH)
1. Konsultan Bahasa Arab : Bahrum, Lc, M.Ed. 2. Konsultan Bahasa Inggris : Fachruddin Nur Farid, M.Pd. 3. Kepala : Abdul Latif, S.Pd. 4. Wakil Kepala : Khairuddin, S.Ag 5. Kepala Tata Usaha : Sunbahar 6. Staf : 1. Ari Alhadi, S.Pd.I 2. Novita Sipriani,
S.Pd.I B. Lembaga Kaligrafi Al Qur’an Al-Ittifaqiah
(LEMKA) Kepala : Suryadi Ibnu, S.Ag. II. Keadaan santri Proses pendidikan di Pondok
Pesantren Al-Ittifaqiah menggunakan system terpadu (Integrated System). Unsur
pendidikan yang diterapkan yang diterapkan Rasulullah dan diteorikan oleh Imam
Ghozali dan Imam Syafi’i yang kemudian diperkenalkan oleh barat, yaitu kognisi,
psikomotorik, dan afeksi, telah diterapkan dengan maksimal. Apa yang
dikehendaki oleh pendidikan Islam dengan istilah “penguasaan dan pengalaman”,
yang oleh eric froom disebut to have and to be, juga senantiasa diterapkan
konsisten. System ini amat mungkin dikembangkan, karena santri-santri Pondok
Pesantren Al-Ittifaqiah di asramakan. Kondisi ini sangat mendukung diterapkan
system full dan school (yaitu 24 jam adalah sepenuhnya bermakna dan bernuansa).
Program dan sistem pendidikan yang dipaparkan tadi merupakan upaya pengisian
tiga komponen penting dalam diri santri yaitu heart (hati), heat (otak) dan
hand (tangan), guna mengantar santri-santri menjadi insan kamil, insan yang
didalamnya terpadu tiga kekuatan sekaligus : pertama iman dan takwa yang kokoh,
kedua ilmu pengetahuan yang handal dan ketiga keterampilan yang mempunyai.
Lewat proses ini sangat diharapkan dari Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah terlahir
kader-kader ulama yang bertanggung jawab terhadap syiar Islam dan pembangunan
bangsa dan negara yang senantiasa giat membaktikan dirinya untuk keagungan
Islam dan ksejahteraan umat. Mereka kelak akan ikut andil secara proaktif bagi
upaya mewujudkan masyarakat madani yang diridhoi Allah SWT. Bahkan lebih dari
itu turut berperan serta dalam mega dunia. Dan para santri yang belajar di
Pondok Pesantren Al-ittifaqiah Inderalaya, keberadaanya merupakan suatu hal
yang perlu mendapatkan suatu perhatian, karena mereka adalah para kader yang
kelak akan meneruskan perjuangan Islam dimasa yang akan datang. Oleh karena itu
untuk mengetahui keadaannya serta sampai sejauh mana perkembangan mereka dapat
dilihat pada table berikut ini. Mulai dari tingkat Ibtidaiyah dari kelas satu
sampai kelas enam, tingkat Tsanawiah mulai dari kelas satu sampai dengan kelas
tiga, dan tingkat Aliah mulai dari kelas satu sampai dengan kelas tiga. Tabel 1
Keadaan Santri Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Inderalaya Tahun Pelajaran
2010-2011 No Tingkat Kelas
Laki-laki Perempuan Jumlah 1 2 3 4 5 6 Ibtidaiyah Ibtidaiyah Ibtidaiyah
Ibtidaiyah Ibtidaiyah Ibtidaiyah I II
III IV V VI 17 12 11 12 18 8 15 16 14 18 11 15 32 28 25 30 29 23 Jumlah -
78 89 167
Sumber : Papan keadaan Santri Tingkat Ibtidaiyah Pondok Pesantren
Al-Ittifaqiah Inderalaya Tahun Pelajaran 2010-2011 Tabel di atas menunjukkan, bahwa jumlah
keadaan santri tingkat ibtidaiyah pondok pesantren Al-Ittifaqiah Inderalaya
secara keseluruhan dari kelas I sampai kelas VI berjumlah 167 santri, dan
mereka (santri) berasal dari desa inderalaya dan desa sekitarnya. Tabel 2 Keadaan Santri Tingkat Tsanawiah
Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Inderalaya Tahun Pelajaran 2010-2011 No Tingkat
Kelas Laki-laki Perempuan
Jumlah 1. 2. 3. Tsanawiah Tsanawiah Tsanawiah I II III
90 73 64 60 66 55 150 139 119 Jumlah -
227 181 408
Sumber : Papan Keadaan Santri Tingkat Tsanawiah Pondok Pesantren
Al-Ittifaqiah Tahun Pelajaran 2010-2011 Tabel di atas menunjukkan, bahwa jumlah
santri secara keseluruhan, untuk kelas I sampai dengan kelas III Tsanawiah berjumlah 408 santri, hal ini
menunjukkan mereka siap memegang tali kepemimpinan dimasa depan. Dan terlihat
dari tahun ketahun jumlah santri yang masuk Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah
Inderalaya Ogan Ilir Sumatera Selatan terus bertambah dari tahun ketahun. Dan
ini juga menunjukkan bahwa kekharismaan seseorang bisa membuat orang tertarik
untuk mengaguminya. Tabel 3 Keadaan
Santri Tingkat Aliah Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Inderalaya Tahun Pelajaran
2010-2011 No Tingkat Kelas
Laki-laki Perempuan Jumlah 1. 2. 3. Aliah Aliah Aliah I II III
60 52 55 76 49 63 136 101 118 JUMLAH -
167 188
355 Sumber : Papan Keadaan
Santri Tingkat Aliah Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Tahun Pelajaran 2010-2011
Tabel diatas menunjukkan , bahwa jumlah santri secara keseluruhan, untuk kelas
satu sampai kelas tiga Aliah berjumlah 355 santri. Jadi total keseluruhan santri Pondok
Pesantren Al-Ittifaqiah Inderalaya Ogan Ilir Sumatera Selatan baik putra maupun
putri berjumlah 930 santri ————————————————————————-
BAB III K.H. MUDRIQ QORI SEBAGAI PUBLIK FIGUR DI PONDOK PESANTREN
AL-ITTIFAQIAH
A. Riwayat Hidup K.H. Mudriq Qori Mudriq Qori
nama panjangnya yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Beliau dikenal dengan
sebutan K.H. Mudriq. Lahir di Desa Sakatiga Kecamatan Inderalaya Kabupaten Ogan
Ilir Sumatera Selatan pada tanggal 15 April 1950, dari keluarga pesantren yang
turun temurun mengembangkan “Genre” kepesantrenan. Beliau adalah putera
terakhir dari enam bersaudara pasangan K.H. Ahmad Qori Nuri (wafat 1995) dah
Hj. Huzian (wafat 1992). Dari enam bersaudara ini terdapat satu orang perempuan,
yaitu puteri sulung yang bernama Hj. Holidah. Dan lima putera, yaitu Kiai
Muksin Qori, Kiai Muklis Qori, H. Mursyid Qori, Kiai Muslih Qori. Dan yang
terakhir bernama K.H. Mudriq Qori. Dari enam bersaudara ini ada dua orang yang
memimpin pondok pesantren, yaitu Kiai Muslih Qori yang memimpin pondok
pesantren Darul Qolam di Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Yang
kedua adalah K.H. Mudriq Qori sendiri yang memimpin Pondok Pesantren
Al-Ittifaqiah Inderalaya. Dan empat diantaranya mempunyai aktivitas
masing-masing, seperti kakak sulung mereka mengikuti sang suami yang
berdomisili di Provinsi Bandar Lampung. Dan H. Mursyid Qori yang kini menjadi
dosen di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta. Serta adik mereka yang paling
bungsu terjun di bidang politik yang kini menjadi anggota legislatif DPRD
Kabupaten Ogan Ilir. K.H. Mudriq Qori sejak kecil memang dididik untuk menjadi
pemimpin pesantern, karena dari kecil hingga dewasa selalu mengenyam pendidikan
agama dan mempunyai kelebihan sendiri dari kiai kebanyakan. Beliau dari kecil
sudah mempunyai talenta yang kuat mulai dari seorang tahfidzul Qur’an,
berdakwah dan mempunyai suara yang bagus dalam seni baca Al-Qur’an. Dan
kelebihan inilah yang mengahantarkan beliau menjadi orang-orang yang berwibawa dan
dikenal oleh masyarakat Indralaya pada khususnya dan oleh masyarakat Sumatera
Selatan pada umumnya. Setelah ayahnya wafat beliaulah yang melanjutkan estafet
kepemimpinan Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah setelah mengadakan musyawarah
keluarga. Selama beliau memimpin Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah dari ribuan
santri yang beliau asuh banyak menjadi Qori’ dan Qori’ah terbaik Provinsi
Sumatera Selatan. B. Latar belakang
pendidikan K.H. Mudriq Qori K.H. Mudriq Qori sangat tertarik dengan dunia ilmu
pengetahuan beliau dekat dengan dunia belajar dan juga banyak dukungan yang
menuju kearah pendidikan. Pendidikan yang ditempu beliau meliputi dua segi,
yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal. 1. Pendidikan Formal Pendidikan formal yang
ditempuh K.H. Mudriq Qori dimulai dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) yaitu di pondok
pesantren milik ayahnya sendiri, kemudian beliau melanjutkan kejenjang
Tsanawiah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) . Dan setelah itu beliau melanjutkan
ke tingkat perguruan tinggi yaitu di UIN Syarif Hidayatullah dan Institut Ilmu
Al-Qur’an (IIQ) yang keduanya bertempat di Jakarta. 2. Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal
K.H. Mudriq Qori dimulai sejak beliau masih anak-anak, beliau sudah mengikuti kursus-kursus
yang ada di Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah itu sendiri dan mengikuti kursus
seni baca Al-Qur’an serta muhadhoro.
C. Pola kepemimpinan K.H. Mudriq Qori K. H.
Mudriq Qori dalam posisi bertindak ganda : sebagai pemimpin, pengasuh
pesantren, dan sekaligus sebagai Ulama’. Sebagai Ulama-Kiai berfungsi sebagai
pewaris para Nabi (Waratsah Al-Anbiya’), yakni mewarisi apa saja yang dianggap
sebagai ilmu oleh para Nabi baik dalam bersikap, berbuat, dan contoh-contoh
suri tauladan yang baik. Memperhatikan posisinya sebagai pewaris para Nabi,
dalam pandangan santri atau umat Islam. K. H. Mudriq Qori bertindak sebagai
figur sentral ditengah masyarakat, yang segala ucapan, perbuatan dan tingkah
lakunya dijadikan sosok guru oleh santri dan masyarakat. Persepsi Ulama di
indonesia agak berbeda dari apa yang dipahami dibagian dunia Islam lainnya. Di
negeri ini, tempat kegiatan utama Ulama adalah pesantren. Orang mengenal K.H.
Mudriq Qori sebagai sosok kiai yang bersahaja. Namun dibalik kesederhanaannya,
pengasuh pondok pesantren Al-Ittifaqiah Inderalaya ini memiliki keluasan ilmu
yang jarang dimiliki oleh Kiai kebanyakan. Beliau dikenal oleh para Kiai yang
ada di Sumatera Selatan seorang ketua forum silaturrahmi pondok pesantren
(FORPONPES) Sumatera Selatan dan K.H. Mudriq Qori yang mempunyai kelebihan
tersendiri yaitu Qori’ terbaik tingkat Provinsi Sumatera Selatan dan pelatih
para Qori’ yang ada di Palembang. Beliau pernah menjadi official di tingkat
Nasional maupun tingkat Internasional, seperti official kontingen Indonesia dan
Arab Saudi. Kepemimpinan pesantren kebanyakan kita tahu bercorak tradisional.
Model kepemimpinan berdasarkan karisma kiainya sehingga sering disebut
feodalistik oleh sebagian orang melalui pola relasi semacam patron klien.
Pesantren pada umumnya hanya dimiliki oleh pribadi seorang atau kelompok kiai.
Walaupun K.H. Mudriq Qori seorang pemimpin yang kharismatik, beliau selalu
hidup dengan kesederhanaan dan kepemimpinannya sebagai pengasuh Pondok
Pesantren Al-Ittifaqiah sangat demokratis. Kepemimpinan K. H. Mudriq Qori
mempunyai sifat, tingkah laku, serta kepribadian sendiri yang khas, sehingga
dari sifat serta kepribadian itulah yang membedakannya dari orang lain. Style
atau gaya hidupnya mewarnai perilaku serta tipe kepemimpinannya, sehingga
muncul tipe kepemimpinan yang bersifat Kharismatik dan Demokratis. Semua
keputusan diambil berdasarkan musyawarah bersama. 1. Demokratis Kepemimpinan demokratis yang
dimiliki K. H. Mudriq Qori memberikan bimbingan yang efisien kepada para
pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan dari sama bawahan. Dengan penekanan
dan rasa dan tanggung jawab internal pada diri sendiri dan kerjasama yang baik.
K.H. Mudriq Qori dimata istri dan para santrinya selain disiplin, K.H. Mudriq
Qori dikenal sebagai seorang yang demokratis. Bapak selalu membagi waktu antara
keluarga dan kewajiban sebagai mudir di pondok ini, dan bapak juga tidak
membedakan antara santri dan anaknya. Beliau juga mendidik anaknya seperti
beliau memdidik para santri dengan pegangan agama. Kepemimpinan K. Mudriq Qori yang ada di pondok pesantren Al-Ittifaqiah
terjadi turun temurun dari pendiri,
keanak, kemantu, kecucu atau kesantri senior. K. H. Mudriq Qori didalam pondok
pesantren Al-Ittifaqiah mempunyai otoritas dalam mengambil keputusan. Hubungannya
dengan santrinya, atau pesantren dengan masyarakatnya, sering diungkapkan dalam
pola kepemimpinan patron-klien dan dengan demikian, relasi yang timbul bersifat
paternalistik. Pola kepemimpinan K. H. Mudriq Qori ini sebagai paternalistik
tidak berarti mengatakan bahwa kepemimpinan beliau bersifat otoriter non
demokratis. Orang perlu mempertimbangkan munculnya paternalisme sebelum
mengatakan bahwa kepemimpinan K. H. Mudriq Qori termasuk pemimpin atau
pelindung yang tidak demokratis. Dalam proses kehidupan sosial, K. H. Mudriq
Qori justru terlihat sebagai figur yang santun dan gemar mendengar pendapat
orang lain, mengembangkan kompromi-kompromi dalam menyelesaikan masalah atau
mendamaikan silang pendapat. Figur yang beliau kembangkan demikian tentu bukan
figur otoriter. perilaku demokratis itu justru penting untuk dikembangkan.
Semua persoalan yang ada di pondok pesantren Al-Ittifaqiah diwakilkan kepada
pengurus pondok sebagai kaki tangan dari K.H. Mudriq Qori, karena jadwal beliau
sangat padat tidak hanya persoalan-persoalan pondok yang menjadi tanggung
jawabnya tapi beliau mempunyai kesibukan lain. Fungsi dari pembantu pengasuh
untuk mempermudah persoalan-persoalan yang ada di pondok pesantren. K.H. Mudriq
Qori adalah tipe kiai yang tidak pernah neko-neko dan pola kepemimpinannya
demokratis. Peraturan-peraturan yang ada di pondok itu dari aspirasi santri
lalu diserahkan kepada pengasuh dan pengurus pondok. Kepemimpinan K.H. Mudriq
Qori tidak otoriter bahkan beliau sangat demokratis dalam mengambil kebijakan.
K.H. Mudriq Qori menyerahkan kepada pengurus ingin melatih santri menjadi
seorang yang bertanggung jawab, disiplin, mandiri, kreatif, dan berkepribadian
yang mulia 2. Suri Tauladan K. H. Mudriq Qori adalah
pemimpin non formal sekaligus berperan sebagai sosok pemimpin spiritual dan
posisi beliau sangat dekat dengan kelompok-kelompok masyarakat lapisan bawah di
desa-desa, patuah-patuah beliau selalu didengar, diikuti, dan dilaksanakan oleh
para jama’ah yang dipimpinya. K. H. Mudriq Qori merupakan tokoh sentral dalam
kehidupan sebuah pesantren yang beliau pimpin. Dengan integritas kepribadian,
wibawa keilmuan dan karisma kepemimpinannya. K. H. Mudriq Qori menjadi panutan
bagi seluruh anggota keluarga, bagi para santri dan komunitas dilingkungannya,
dan diluar pesantren. Dia adalah uswatun hasanah. Para santri mengenal K.H.
Mudriq Qori sebagai orang yang sabar, sederhana, sufisme, dan tidak neko-neko.
Beliau menyerahkan urusan pondok kepada pengurus, maka setiap pelantikan
pengurus beliau selalu memberikan pengarahan. Dalam pidatonya K.H. Mudriq Qori
: ”untuk kepengurusan ini tidak sebagai polisi tapi melayani santri, yaitu
sebagai uswah untuk santri yang lain. Para santri harus kreatif, inovatif,
hidup hemat, dan menjadikan akhlak santri akhlakul karimah”. Itu yang selalu
ditekankan oleh K.H. Mudriq Qori kepada para pengurus dan para santri. Karena
pengurus adalah pengasuh kedua dalam istilah pondok ”kalau melecehkan pengurus
sama halnya dengan melecehkan pengurus yang lain”. Maka pengurus harus menjadi
suri tauladan yang baik bagi diri santri, karena seorang pemimpin menjadi
panutan bagi yang dipimpin. Sebagaimana kita ketahui Ulama’ atau kiai sebagai
pemimpin umat yang harus mempunyai akhlakul karimah dan menjadi suri tauladan..
Adapun kepemimpinan K.H. Mudriq Qori
dimata para santrinya mempunyai jiwa
kezuhudan. Zuhud fiddunnya adalah prinsip atau ajaran yang sangat fundamental
bagi K.H. Mudriq Qori. Zuhud merupakan pandangan hidup beliau yang menolak
cinta berlebih-lebihan kepada kehidupan dunia, namun dengan demikian, bagi
beliau, zuhud tidak berarti membenci kehidupan duniawi, zuhud adalah sebagian
pandangan keagamaan dari tasawuf Islam yang secara luas diamalkan oleh para
kiai pada umumnya.
————————————————————————— A.
Pola interaksi antara santri dan kiai pondok pesantren al-ittifaqiah
Interaksi sosial santri dalam pesantren pada umumnya bersifat qodrati. Setiap
kiai mau tak mau berinteraksi dalam nuansa edukatif dengan setiap santrinya
sebagai gambaran penunaian tugas dan tanggung jawab dalam mengemban amanah
Allah SWT. Interaksi social santri tercermin pada keteladanan, pembiasaan,
perhatian, nasihat, dan hukuman. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut: Tabel 4
Apakah K.H. Mudriq Qori selalu memberikan keteladanan pada santri agar memiliki
mental yang kuat dan baik Alternatif
Frekuensi % a. Ia
70 98.59 b. Kadang-Kadang 1
1.40 c. Tidak Sama Sekali -
- Jumlah Data : analisis
kuesioner Pada tabel 4 di atas menunjukkan bahwa yang menjawab 1a ada 70 orang
responden dengan besar persentase 98.59 % dari 71 santri, sedangkan 1 orang
responden menjawab kadang-kadang dengan persentase 1.40 % dari 71 santri. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa K.H. Mudriq Qori selalu memberikan keteladanan
pada santri agar memiliki mental yang kuat dan baik, dan mendapat tanggapan
yang baik dari para responden. Tabel 5 Apakah K.H. Mudriq Qori selalu menjadi
suri tauladan bagi santri Alternatif
Frekuensi % a. Ia
71 100 b. Kadang-Kadang -
- c. Tidak Sama Sekali -
- Jumlah Data : analisis
kuesioner Tabel 5 menunjukkan bahwa keseluruhan responden menyatakan ia
sebanyak 100 % atau sebanyak 71 orang responden dari 71 santri. Adapun santri
yang memberikan jawaban kadang-kadang dan tidak sama sekali tidak memperoleh
angka sama sekali. Dengan demikian diambil kesimpulan bahwa para responden
menyatakan bahwa K.H. Mudriq Qori selalu menjadi suri tauladan bagi mereka
Tabel 6 Apakah K.H. Mudriq Qori menjadi teladan yang baik bagi santri dalam
segi apapun Alternatif Frekuensi %
a. Ia 67 94.36
b. Kadang-Kadang 4 5.63
c. Tidak Sama Sekali - -
Jumlah Data :
Analisis kuesioner Data tabel 6 di atas menunjukkan bahwa ada 67 orang
responden dari 71 orang santri atau sebanyak 94.36 % mengatakan Ia bahwa K.H.
Mudriq Qori menjadi tauladan bagi santri dalam segi apun, dan sisanya lagi
sebanyak 5.63 % atau 4 orang responden mengatakan kadang-kadang. Dan yang
menjawab tdak sama sekali tidak memperoleh angka sama sekali. Dari pendapat
responden di atas dapat disimpulkan hampir keseluruhan santri mengatakan K.H.
Mudriq Qori menjadi suri tauladan bagi santri dalam segi apapun. Tabel 7 Apakah
K.H. Mudriq Qori selalu membiasakan santri agar berakhlakul karimah dengan
lemah lembut Alternatif Frekuensi %
a. Ia 71 100
b. Kadang-Kadang - -
c. Tidak Sama Sekali - -
Jumlah Data :
Analisis kuesioner Data tabel 7 diatas
menunjukkan bahwa keseluruhan para responden mengatakan bahawa K.H. Mudriq Qori
selalu membiasakan santri agar berakhlakul karimah dengan lemah lembut, ini
terbukti sebanyak 71 orang santri dengan persentase 100%. Tabel 8 Apakah K.H.
Mudriq Qori selalu memberikan perhatian pada santri secara langsung maupun
tidak langsung Alternatif
Frekuensi % a. Ia
66 92.95 b. Kadang-Kadang 5
7.04 c. Tidak Sama
Sekali - -
Jumlah Data : Analisis kuesioner Dari
hasil angket di atas, diketahui bahwa sebanyak 92.95 % atau 66 orang responden
dari 71 santri menjawab bahwa K.H. Mudriq Qori selalu memberikan perhatian pada
santri secara langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan sebanyak 7.04 % atau 5 orang responden mengatakan
kadang-kadang K.H. Mudriq Qori memberikan perhatian pada santri secara langsung
maupun tidak langsung Dan yang menjawab
tidak sama sekali tidak memperoleh angka.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagian besar para responden mengatakan
K.H. Mudriq Qori memberikan perhatian pada santri secara langsung maupun tidak
langsung Tabel 9 Apakah K.H. Mudriq Qori selalu memberikan nasihat pada santri
agar memiliki mental yang baik dan lemah lembut dan pengertian Alternatif Frekuensi
% a. Ia 69
97.98 b. Kadang-Kadang 2
2.81 c. Tidak Sama
Sekali - -
Jumlah Data :
Analisis kuesioner Dari pertanyaan angket di atas menunjukkan bahwa sebanyak 69
orang responden atau 97.98 % mengatakan bahwa K.H. Mudriq Qori memberikan
nasihat agar memiliki mental yang baik dan lemah lembut dan pengertian.
Sedangkan sisanya sebanyak 2.81 % atau 2 orang responden dari 71 orang santri
mengatakan kadang-kadang, dan tidak satupun yang mengatakan tidak dekat sama
sekali. Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar para responden
mengatakan bahwa K.H. Mudriq Qori memberikan nasihat agar memiliki mental yang
baik dan lemah lembut dan pengertian Tabel 10 Apakah K.H. Mudriq Qori dalam
berinteraksi dengan santri selalu berprilaku kurang sejalan dengan ajaran Islam
Alternatif Frekuensi %
a. Ia - -
b. Kadang-Kadang - -
c. Tidak Sama Sekali 71 100
Jumlah Data :
Analisis kuesioner Dari tabel 10 di atas diketahui bahwa keseluruhan dai
responden yang berjumlah 71 orang santri atau sebanyak 100 % menjawab bahwa
K.H. Mudriq Qori dalam berinteraksi dengan santri selalu berprilaku sejalan
dengan ajaran Islam, karena santri menganggap bahwa K.H. Mudriq Qori adalah
orang yang taat dengan agama Tabel 11 Apakah K.H. Mudriq Qori dalam memberikan
hukuman pada santri secara bertahap Alternatif Frekuensi
% a. Ia 67
94.36 b. Kadang-Kadang 3
4.22 c. Tidak Sama
Sekali 1 1.40
Jumlah Data :
Analisis kuesioner Dari pertanyaan angket di atas menunjukkan bahwa sebanyak 67
orang responden atau 94.36 % mengatakan bahwa K.H. Mudriq Qori dalam memberikan
hukuman pada santri secara bertahap. Sedangkan sebanyak 4.22 % atau 3 orang
responden dari 71 orang santri mengatakan kadng-kadang, dan sisanya sebanyak
1.40 atau 1 orang responden dari 71 santri yang mengatakan tidak sama sekali.
Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar para responden mengatakan
bahwa bahwa K.H. Mudriq Qori dalam memberikan hukuman pada santri secara
bertahap. Tabel 12 Apakah K.H. Mudriq Qori dalam hal memukul santri sesuai
dengan apa yang diperbuat Alternatif
Frekuensi % a. Ia
71 100 b. Kadang-Kadang -
- c. Tidak Sama Sekali -
- Jumlah Data : Analisis kuesioner
Data perhitungan di atas, bahwa keseluruhan dari responden yang berjumlah 71
orang santri dengan persentase 100 % mengatakan Ia, karena sudah ada aturan
serta konsekuensinya jika santri tersebut melanggar. Tabel 13 Apakah K.H.
Mudriq Qori dalam memberikan hukuman tidak membahayakan bagi fisik dan
psikisnya Alternatif Frekuensi %
a. Ia 69 97.18
b. Kadang-Kadang 1 1.40
c. Tidak Sama Sekali 1 1.40
Jumlah Data :
analisis kuesioner Pada tabel 13 di atas, menunjukkan bahwa sebanyak 69 orang responden
atau 97.18 % mengatakan bahwa K.H. Mudriq Qori dalam memberikan hukuman tidak
membahayakan bagi fisik dan psikisnya . Dan 1 orang responden atau persentase
1.41 mengatakan kadang-kadang. Serta 1 orang responden atau persentase 1.41
mengatakan tidak sama sekali. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
hampir keseluruhan responden mengatakan bahwa K.H. Mudriq Qori dalam memberikan
hukuman tidak membahayakan bagi fisik dan psikisnya karena K.H. Mudriq Qori
tahu bahwa kalau itu terjadi biosa memperhambat pertumbuhan mental santri. Dari
hasil diatas dapat dimpulkan bahwa keteladan bagi santri berarti yang dalam hal
ini K.H. Mudriq Qori memberikan contoh bagi santri yang bersifat menyeluruh,
baik bersifat sengaja maupun bersifat spontan yang terus menerus. K.H. Mudriq
Qori mampu mengendalikan dan mempertahankan diri yang dalam kemuliaan secara
menyeluruh yang terus menerus. Tanpa kemampuan demikian bukan tidak mungkin
suatu ketika K.H. Mudriq Qori memberikan contoh bagi santri tentang hal-hal
yang kurang baik dan tidak wajar. Karena keteladanan memiliki pengaruh positif
yang besar untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi agama pada santri Begitu
juga pembiasaan yang dimulai sejak kecil hingga pendidikan yaitu di pesantren
karena manusia ini hidup menurut kebiasaannya, disini K.H. Mudriq Qori membiasakan
santri dengan segala sesuatu yang bernilai Islam sejalan dengan pertumbuhan dan
perkembangan zaman serta kebutuhannya agar tujuan pembiasaan dapat tercapai
sehingga santri mau dan tidak segan-segan melakukan perbuatan yang ada
nilai-nilai ajaran islam karena hal itu sudah terbiasa dan terbentuk di dalam
kepribadiannya sehingga sehingga ucapan, sikap dan prilakunya selalu sejalan
dengan ajaran Islam. Perhatian, yaitu K.H. Mudriq Qori selau memperhatikan dan
senantiasa mengikuti perkembangan santri dalam pembinaan serta perkembangan
akidah dan moral agar supaya pertumbuhan dan potensi santrinya tidak
bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Nasihat dapat membukakan mata para
santri pada hakekatnya, dan mendoronya menuju situasi luhur dan menghiasinya dengan
akhlak mulia dan membekali dengan prinsip-prinsip Islam. Kemudian hukuman, bagi K.H. Mudriq Qori
perlu dilaksanakan, terutama bagi santri yang tidak berhasil dididik dengan
lemah lembut karena dalam kenyataan dilapangan santri-santri yang setiap kali
diberikan nasehat dengan lemah lembut dan perasaan halus ia tetap saja
melakukan kesalahan, maka dari itu santri seperti ini perlu diberikan hukuman
untuk memperbaiki kesalahannya. Dalam proses menghukum bukan berarti setiap
santri melakukan kesalahan langsung dipukul, melainkan dioperlakukan pendekatan
psikologis terlebih dahulu, kemudian diberitahu kesalahan dengan pengarahan..
B. Pengaruh karisma K.H. Mudriq Qori
terhadap prilaku keberagamaan santri Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Memang
sejumlah kualitas karismatik bisa ditangkap oleh pengamat, sementara lainnya
tidak adalah kualitas yang disifatkan kepada figure tersebut oleh para
pengikutnya. Menurut hemat penulis saling pengaruh antara realitas dan
pandangan seperti ini menciptakan fenomena kharismatik yang efektif.
Sebagaimana ghaibnya proses saling mempengaruhi, hal inipun termotivasi dan
dibentuk oleh pengalaman. Interaksi kekharismaan terjadi antara tokoh kharisma
yang unggul yang mempengaruhi pengikut yang dibawahnya, dan pengikut yang memberikan
tanggapan terhadap kualitas-kualitas yang diinginkan, yang disaksikan oleh
penglihatannya. Sesuai dengan pengertian dari kharisma itu sendiri adalah
kualitas manusia yang sepenuhnya bisa diamati secara empiric, dan hal-hal yang
berkaitan dengan perbuatan dan sikap manusia atau sesuatu milik untuk
dipercayai dan dipertahankan. Dengan demikian tokoh karisma yang sukses adalah
individu yang dengan jelas melihat proses yang saling mempengaruhi ini. Tiada
fenomena karismatik dimana karisma di prakarsai oleh penampilan tokoh karisma
yang mempunyai kemampuan intern, terpelajar, dan disiplin. Dengan demikian
proses analisa tentang proses interaksi ini menjadi amat penting untuk memahami
system interaksi kharismatik. Karena tokoh karisma adalah pas dengan gambaran
yang disandangkan kepada mereka oleh para pengikut mereka. Bahkan mereka
menganggap tokoh-tokoh charisma itu sebagai tokoh yang suci, dan selalu dekat
dengan tuhan. Untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh karisma K.H. Mudriq Qori
terhadap prilaku keberagamaan santri Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya.
Penulis telah mengedarkan angket kepada 71 orang responden. Angket yang penulis
bagikan kepada para responden adalah mencakup lima aspek yaitu : cara
berpakaian, cara bergaul, pola dan cara mengajar kiai, dan segi ibadah. Untuk
lebih jelasnya hasil angket dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:
1. Cara Berpakaian Tabel 14 Pendapat
santri cara melihat berpakaian K.H. Mudriq Qori pada saat shalat, Mengajar dan
lain-lain Alternatif Frekuensi %
a. Senang 68 95.77
b. Kurang Senang 3 4.23
c. Tidak Merasa Apa-Apa - -
Jumlah 71 100
Data : Analisi kuesioner nomor 1 Pada tabel 14 di atas menunjukkan bahwa
yang menjawab senang ada 68 orang responden dengan besar persentase 95.77 %
dari 71 santri, sedangkan 3 orang responden menjawab kurang senang dengan
persentase 4.23 % dari 71 santri. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
cara berpakaian K.H. Mudriq Qori pada saat shalat, mengajar dan lain-lainnya
menunjukkan frekuensi banyak disenangi oleh para santri, dan mendapat tanggapan
yang baik dari para responden. Tabel 15 Pendapat santri setelah melihat cara
berpakaian K.H. Mudriq Qori Alternatif Frekuensi
% a. Tertarik 65
91.55 b. Biasa-Biasa
Saja 3 4.23
c. Tidak Tertarik 3 4.23
Jumlah 71 100
Data : Analisis kuesioner nomor 2 Tabel 15 menunjukkan bahwa mayoritas
responden tertarik untuk mengikuti cara berpakaian K.H. Mudriq Qori ini
terbukti sebanyak 91.55 % atau sebanyak 65 orang responden dari 71 santri.
Adapun santri yang memberikan jawaban biasa-biasa saja ada 3 orang responden
dari 71 santri dengan persentase sebesar 4.23 % dan ada juga yang menjawab
tidak tertarik sebanyak 3 orang responden dengan persentase 4.23 % dari
frekuensi pemilihan seluruhnya 71 orang santri. Dengan demikian diambil
kesimpulan bahwa para responden rata-rata tertarik untuk mencontoh cara
berpakaian K.H. Mudriq Qori. Tabel 16 Pendapat santri pernah tidaknya mereka
berpakaian seperti K.H. Mudriq Qori Alternatif Frekuensi
% a. Pernah 66
92.96 b. Kadang-Kadang 5
7.04 c. Tidak Pernah -
- Jumlah 71
100 Data : Analisis
kuesioner nomor 3 Tabel 16 di atas menunjukkan bahawa para responden menjawab
pernah berpakaian seperti cara berpakaian K.H. Mudriq Qori. Hal ini terbukti
sebanyak 66 orang responden atau 92.96 % menjawab pernah, dan sisanya sebanyak
5 orang responden dari 71 santri menjawab kadang-kadang dengan persentase 7.04
%. Sedangkan yang menjawab alternative tidak pernah, tidak memperoleh angka
sama sekali. Dari perhitungan data dan frekuensi di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa mayoritas para responden mengatakan pernah berpakaian seperti
K.H. Mudriq Qori karena di mata para santri pakaian yang rapih dan bersih
menunjukkan cermiinan kepribadian dan prilaku yang baik. Tabel 17 Pendapat
santri apakah caara berpakaian K.H. Mudriq Qori Membuat mereka senang
Alternatif Frekuensi %
a. Ya 63 88.73
b. Tidak - -
c. Tidak Tahu 8 11.27
Jumlah 71 100 Data : Analisis kuesioner nomor 4
Data tabel 17 di atas menunjukkan bahwa ada 61 orang responden dari 71 orang
santri atau sebanyak 88.73 % mengatakan Ya bahwa cara berpakaian K.H. Mudriq
Qori membuat mereka senang, dan sisanya lagi sebanyak 11.27 % atau 8 orang
responden mengatakan tidak tahu. Dari pendapat responden di atas dapat
disimpulkan hamper keseluruhan santri mengatakan mereka sangat senang cara
berpakaian kiainya karena menunjukkan eksistensinya sebagai seorang kiai yang
berkharisma. 2. Cara Bergaul Tabel 18
Pendapat santri tentang gaya bergaul sehari-hari K.H. Mudriq Qori Sesuai dengan
kedudukannya sebagai seorang kiai Alternatif
Frekuensi % a. Sesuai 71
100 b. Kurang Sesuai -
- c. Tidak Sesuai -
- Jumlah 71
100 Data: Analisis
kuesioner nomor Data tabel 18 diatas menunjukkan bahwa keseluruhan para
responden mengatakan bahawa gaya bergaul K.H. Mudriq Qori sesuai dengan
kedudukannya sebagai.kiai, ini terbukti sebanyak 71 orang santri dengan
persentase 100%. Tabel 19 Pendapat santri tentang setuju tidaknya cara bergaul
K.H. Mudriq Qori dengan santrinya Alternatif
Frekuensi % a. Setuju 68
95.77 b. Tidak Setuju _
_ c. Tidak Setuju sama
sekali 3 4.23
Jumlah 71 100 Data : Analisis kuesioner nomor 6
Dari hasil tabel 19 di atas, diketahui bahwa 95.77 % atau sebanyak 68 orang
responden dari 71 santri menjawab, bahwa mereka setuju dengan cara bergaul K.H.
Mudriq Qori terhadap santrinya. Sedangkan 4.23 % atau sebanyak 3 orang
responden menjawab tidak setuju, dan tidak satupun dari responden yang
mengatakan kadang-kadang. Dan dari perhitungan angket tersebut dapat
disimpulkan bahwa rata-rata para santri setuju dengan cara bergaul kiainya
terhadap diri mereka. Tabel 20 Pendapat para santri apakah mereka pernah
bergaul seperti Cara bergaul yang dicontohkan oleh kiainya Alternatif Frekuensi
% a. Pernah 64
90.14 b. Kadang-Kadang 4
5.63 c. Tidak Pernah 3
4.23 Jumlah 71
100 Data : Analisis
kuesioner nomor 7 Dari hasil angket di atas, diketahui bahwa sebanyak 90.14 %
atau 64 orang responden dari 71 santri menjawab bahwa mereka pernah bergaul
seperti cara yang dicontohkan oleh K.H. Mudriq Qori. Sedangkan sebanyak 5.63 %
atau 4 orang responden mengatakan kadang-kadang pernah bergaul seperti cara
bergaul yang dicontohkan oleh kiainya. Dan sisanya lagi sebanyak 3 orang
responden atau 4.23 % menjawab tidak pernah. Jadi dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar para responden mengatakan pernah bergaul seperti cara berrgaul
K.H. Mudriq Qori. Tabel 21 Ketundukkan santri terhadap segala perintah kiai
Alternatif Frekuensi %
a. Ya 71 100
b. Tidak - -
c. Tergantung sikon - -
Jumlah 71 100 Data : Analisis kuesioner nomor 8
Dari tabel 21 di atas diketahui bahwa keseluruhan dai responden yang berjumlah
71 orang santri atau sebanyak 100 % menjawab mereka tunduk dan patuh terhadap
segala perintah kiai, karena mereka menganggap bahwa K.H. Mudriq Qori juga
sebagai bapak kandung mereka. Tabel 22 Pendapat santri tentang kedekatan K.H.
Mudriq Qori Terhadap keluarganya Alternatif
Frekuensi % a. Sangat Dekat 66
92.96 b. Tidak Dekat Sama
Sekali - -
c. Tidak Tahu 5 7.04
Jumlah 71 100
Data: Analisis kuesioner nomor 9
Dari pertanyaan angket di atas menunjukkan bahwa sebanyak 66 orang responden
atau 92.96 % mengatakan bahwa K.H. Mudriq Qori sangat dekat sekali dengan
keluarganya. Sedangkan sisanya sebanyak 7.04 % atau 5 orang responden dari 71
orang santri mengatakan tidak tahu, dan tidak satupun yang mengatakan tidak
dekat sama sekali. Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar para
responden mengatakan bahwa hubungan K.H. Mudriq Qori terhadap keluarganya
sangat dekat sekali. Tabel 23 Pendapat santri apakah K.H. Mudriq Qori juga
keturunan kiai Alternatif
Frekuensi % a. Ya
67 94.36 b. Bukan 2
2.82 c. Tidak Tahu 2
2.82 Jumlah 71
100 Data : Analisis
kuesioner nomor 10 Dari tabel 23 di atas diketahui bahwa 94.36 % atau sebanyak
67 orang responden dari 71 santri yang menjawab bahwa K.H. Mudriq Qori adalah
seorang keturunan kiai juga, kemudian sebanyak 2 orang responden atau 2.82 5
menjawab bukan, dan sisanya lagi menjawab tidak tahu sebanyak 2 orang responden
atau 2.82. dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata keseluruhan
responden mengatakan bahwa K.H. Mudriq Qori adalah keturunan kiai juga. 3. Pola Dan Cara Mengajar Kiai Tabel 24
Pendapat responden apakah K.H. Mudriq Qori mengajarkan Ilmu tilawah Al-Qur’an
kepada santrinya. Alternatif
Frekuensi % a. Ya
69 97.18 b. Kadang-Kadang 2
2.82 c. Tidak Pernah -
- Jumlah 71
100 Data : Analisis kuesioner
nomor 11 Dari hasil angket diatas, diketahui bahwa 97.18 % atau 69 orang
responden dari 71 santri menjawab, bahwa K.H. Mudrriq Qori juga mengajarkan
ilmu tilawah Al-Qur’an kepada santri, sedangkan 2.82 % atau sebanyak 2 orang
responden menjawab kadang-kadang, dan tidak satupun dari responden yang
menjawab tidak pernah. Kenyataan ini membuktikan bahwa K.H. Mudriq Qori juga
membekali para santrinya dengan ilmu tilawah Al-Qur’an. Tabel 25 Bagaimana cara
K.H. Mudriq Qori mengajar
Alternatif Frekuensi %
a. Tidak Otoriter 70 98.59
b. Kadang-Kadang 1 1.12
c. Sangat otoriter - -
Jumlah 71 100
Data : Analisis kuesioner nomor 12 Dari hasil angket diatas di ketahui
bahwa sebanyak 70 orang responden dari 71 orang santri atau 98.59 % mengatakan
cara mengajar beliau tidak otoriter. Sedangkan 1 orang responden atau 1.42 %
menjawab kadang-kadang otoriter. Dari abel ini dapat disimpulkan bahwa hamper
seluruh dari 71 orang responden mengatakan cara mengajar beliau tidak otoriter.
Tabel 26 Apakah K.H. Mudriq Qori memberkan kesempatan untuk bertanya
Alternatif Frekuensi %
a. Pernah 64 90.14
b. Kadang-Kadang 6 8.45
c. Tidak Pernah - -
Jumlah 71 100
Data : Analisis kuesioner nomor 13 Data di atas, dijelaskan 90.14 % atau
sebanyak 64 orang responden dari 71 orang santri menjawab pernah memberikan
kesempatan bertanya kepada mereka. Sedangkan sebanyak 6 orang responden atau
dengan persentase 8.45 % mengatakan kadang-kadang memberikan kesempatan untuk
bertanya. Kenyataan ini menyimpulkan bahwa K.H. Mudriq Qori selalu memberikan
kesempatan bertanya kepada muridnya tentang pelajaran yang ia berikan. Tabel 27
Apakah K.H. Mudriq Qori mengajarkan falsafah hidupnya kepada santri
Alternatif Frekuensi %
a. Ya 58 81.69
b. Kadang-Kadang 9 12.67
c. Tidak Pernah 4 5.64
Jumlah 71 100
Data : Analisis kuesioner nomor 14 Dari hasil angket di atas, diketahui
bahwa 91.55 % atau sebanyak 65 orang responden dari 71 orang santri menjawab
bahwa K.H. Mudriq Qori selalu ikut shalat berjamaah bersama santri. Sedangkan
sebanyak 6 orang responden atau 8.45 % mengatakan kadang-kadang. Dan tidak ada
satu orang responden yang mengatakan tidak pernah. Dapat disimpulkan bahwa kiai
mereka selalu shalat berjamaah bersama santrinya. 4. Shalat Tabel 28 Pendapat santri apakah K.H. Mudriq
Qori shalat berjama’ah bersama mereka Alternatif Frekuensi
% a. Ya
58 81.69 b. Kadang-Kadang 9
12.67 c. Tidak Pernah 4
5.64 Jumlah 71
100 Data : Analisis
kuesioner 15 Dari hasil angket di atas, diketahui bahwa 91.55 % atau sebanyak
65 orang responden dari 71 santri menjawab bahwa K.H. Mudriq Qori selalu ikut
shalat berjama’ah bersama santri, sedangkan sebanyak 6 orang responden atau
8.45 % mengatakan kadang-kadang. Dan tidak ada satu orang responden yang
mengatakan tidak pernah. Dapat disimpulkan bahwa kiai mereka selalu shalat
berjamaah bersama santri Tabel 29 Apakah K.H. Mudriq Qori menjadi imam pada
saat Shalat berjamaah di masjid Alternatif
Frekuensi % a. Selalu 70
98.59 b. Kadang-Kadang 1
1.41 c. Tidak Pernah - - Jumlah 71
100 Data : analisis
kusioner Pada tabel 29 di atas, menunjukkan bahwa sebanyak 70 orang responden
atau 98.59 % mengatakan bahwa K.H. Mudriq Qori selalu menjadi imam shalat
berjama’ah di masjid. Dan sisanya sebanyak 1 orang responden atau persentase
1.41 mengatakan kadang-kadang. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
hamper keseluruhan responden mengatakan bahwa K.H. Mudriq Qori selalu menjadi
imam shalat berjamaah bersama mereka di masjid
Tabel 30 Apakah anda juga rajin melaksanakan shalat berjamaah di masjid
Alternatif Frekuensi %
a. Rajin 71 100
b. Kadang-Kadang - -
c. Tidak Pernah - -
Jumlah 71 100
Data : analisis kuesioner Data perhitungan di atas, bahwa keseluruhan
dari responden yang berjumlah 71 orang santri dengan persentase 100 %
mengatakan rajin, karena peraturan di pondok mewajibkan setiap santri untuk
melaksanakan shalat lima waktu berjamaah di masjid, kecuali bagi yang sakit dan
berhalangan. Dari hasil angket yang penulis jelaskan di atas dapat disimpulkan
bahwa karisma K.H. Mudriq Qori terhadap prilaku keberagamaan santri Pondok
Pesantren Al-Ittifaqiah Inderalaya sangat berpengaruh sekali. Ini terlihat
seperti dalam santri memandang, cara berpakaian K.H. Mudriq Qori yang rapih dan
bersih (putih) menunjukkan bahwa beliau adalah memang sosok seorang kiai yang
sangat berwibawa dan sederhana dalam berpenampilan baik dimata para santri
Maupun dimata para pengurus dan guru-guru lainya. Santri juga menganggap
sebagai cerminan dari kepribadian dan tingkah laku kiainya, sehingga santri
selalu berusaha untuk hidup bersih dan rapih menjadi tinggi, apalagi
dijustifikasikan oleh nas-nas agama yag diajarkan oleh K.H. Mudriq Qori sendiri
kepada santrinya. Begitu juga terlihat dari deskripsi santri terhadap gaya atau
cara bergaul K.H. Mudriq Qori yang tidak segan-segan bercengkramah sesama
santri dan tingkah lakunya yang ramah dan selalu berusaha untuk mendengar
keluhan-keluhan dari para santrinya serta memberikan solusi yang baik terhadap
santri-santrinya yang bermasalah. Dan itu semua membuat K.H. Mudriq Qori selalu
dekat dihati santri, hal ini berpengaruh positif bagi santri untuk selalu
berinteraksi dan bertingkah laku serta bergaul yang baik dan sopan terhadap
siapa saja yang muda atau yang tua. Dalam hal pola mengajar K.H. Mudriq Qori.
Beliau selalu mengajar dengan pembawaan yang begitu bersahaja dan tidak terlalu
otoriter kepada para santri, santripun tidak merasa takut dan canggung untuk
bertanya kepada beliau.
0 komentar:
Posting Komentar